Memulai Hidup Baru di Eropa (1)

Halo, ini adalah blog pertama gw setelah sekian lama, lamaaaaa banget gw akhirnya memutuskan menulis blog lagi. Alasan gw menuutp blog sebelumnya adalah gw paranoid akan jejak digital, gw paranoid pada popularitas. Gw khawatir karena pengunjung blog gw banyak dan hampir setiap minggu gw mendapat email dari pembaca.

Intinya adalah gw enggak punya mental selebriti. Gw mau jadi populer tapi gak mau populer karena skandal, karena gw ODGJ, karena orang pikir gw cantik dan menarik (well, gw senang sih kalau orang pikir gw begitu, tapi gw khawatir aja. Maintaining kecantikan itu berat banget coy). Gw banyak mau, jadinya gw hapus aja itu blog daripada gw capek klarifikasi. Gw mau dikenal karena pikiran dan tulisan-tulisan gw. Buat gw, eksistensi diri gw di dunia ini adalah melalui tulisan gw. Dengan menulis, gw akan hidup selamanya. Dengan tulisan, gw akan bicara dengan kerabat atau mantan gebetan/pacar yang gak pernah bicara lagi hari ini. Gw harap.



Anyway, gw baru saja meninggalkan Indonesia untuk (barangkali) selama-lamanya. Gw berpindah domisili ke Jerman, sebab menikah. Menikah adalah bagian dari cita-cita gw untuk sekolah di luar Indonesia. Bukan (sekedar) masalah gengsi, tapi kehidupan akademik di Indonesia udah terlalu kecil buat gw, gw butuh lingkungan baru yang lebih stimulating gw dalam berpikir. Karena berpikir adalah sebuah kenikmatan buat gw. Itu juga alasan gw memilih bapak dosen sebagai teman-seumur hidup, vice versa. Kami mencintai diri kami dan menghargai pasangan yang senang berpikir dan berargumentasi.

Persiapan pindah ke Jerman buat gw cukup mudah sebenarnya karena gw sudah sering bolak-balik pas jaman pacaran. Gw sudah menyiapkan pakaian gw di sini sebelumnya dan beberapa buku-buku dan alat-alat memasak. Gw sendiri punya skill bertahan hidup yang mumpuni untuk tinggal sendiri, apalagi tinggal bersama orang lain. Orangtua gw mendorong gw untuk belajar memasak sampai gw menjadikan masak sebagai hobi gw, dulu waktu kuliah gw ngekos dan Diana sang sohib sekaligus ibu kos mengajarkan dan melatih gw buat bersih-bersih. Teman-teman di organisasi SGRC mengajarkan gw bagaimana mempunyai hubungan personal dna mengatur finansial. Gw punya pekerjaan baik di Indonesia dan gw hanya butuh les bahasa Jerman lagi supaya bisa berkomunikasi dengan lancar. Sesungguhnya gw sangat siap menghadapi hidup dewasa.

Ya seharusnya begitu,

tapi dengan kemampuan bertahan hidup yang matang, tetap aja namanya pisah sama orangtua itu susah banget.

Pasang-surut hubungan dengan orangtua dan keluarga. Hal-hal yang harus dikorbankan untuk bersama orang-orang yang benar-benar kamu sayang dan menyayangi kamu. Gw dan keluarga gw di Indonesia telah melalui banyak hal. Mulai dari dibuang dari keluarga besar karena gw tidak sesuai dengan kriteria anak dari kelaurga kelas menengah, bisnis bokap yang turun-naik, polaritas politik Indonesia yang membuat keluarga makin plural dan mengasyikan, adik-adik gw yang tambah dewasa dan orangtua yang semakin menua. Walaupun gw sering berantem sama nyokap dan betapa annoyingnya dia selalu nyuruh gw solat da mengaji, kami tetap saling menyayangi. DI hari ketiga gw pindah ke Jerman, kata bokap doski masih nangis aja sedih ngeliatin karpet yoga gw, koleksi buku gw, bahan masakan gw yang ajaib.

But life goes on, gw harap bokap lebih mudah menerima anaknya pindah karena dirinya juga merantau dari Bangka ke Jakarta, jadi harusnya gak susah buat dia melihat anaknya pindah ke luar Indonesia.

Hal yang lain adalah sahabat gw yang kaya keluarga, organisasi SGRC UI. Organisasi yang gw jalanin dengan darah dan kerinhat. Kami berantem, sayang-sayangan, berdebat, berantem lagi, curhat lagi. Organisasi itu tumbuh dewasa bersama dengan kita semua. Gw sayang banget sama Ferena, Firman, Riska, Arief, Dimas, Berto, Ratih, Zol, dkk mana kita sekarang punya Sisterhood. Ya allah, gw baru kali ini kerja bikin laporan narasi sambil nangis-nangis bombay karena gw sangat mencintai kerjaan gw di SGRC dan rasanya sedih harus meninggalkan organisasi tersebut. Gw sampai menolak buat farewell dengan mereka karena mereka bisa aja bikin gw berubah pikiran dan gak jadi kawin terus mereka pasti mau nemenin gw kabur dari pernikahan. Gilak, secinta itu gw sama mereka.

Beberapa kegiatan di Depok dan Jakarta. Kantor web-magazine yang paling kece di seluruh dunia, Magdalene.co dan editor gw mbak Hera dan mbak Devi yang baik banget ajarin gw menulis dan kasih kesempatan buat belajar banyak. Temen-temen di reading club Platypus yang membaiat gw jadi kiri, Fadly dut yang suka kasih gosip internal politik, semua temen-temen wartawan yang suka hangout bareng.


hhhhhhhhh

sedih banget asli

Tapi kita harus berani keluar dari zona nyaman, kita harus berani memulai sesuatu yang baru. Kita harus berani mewujudkan semua mimpi-mimpi kita. Kita harus berani mengubah dunia, kita enggak diam aja dan menyaksikan dunia berubah, kita adalah orang-orang yang menentukan jalannya perubahan. 

Comments

Popular posts from this blog

Buku Membicarakan Feminisme

Pengalaman Pertama ke Pride Cologne 2019

Resep Brownies 3 Mangkok Legendaris Nadyazura (Beserta FAQ membuat Brownies enak)