Memulai Hidup Baru di Eropa (2)

Oke, ini adalah pos kedua yang gw sempet buat pasca resepsi pernikahan. Jadi, kenapa gw nikahnya kaya berkali-kali itu karena gw nikah agama dan nikah negara yang kalau di Jerman itu enggak sepaket kaya di Indonesia. Di Indonesia berdasarkan Undang-undnag Perkawinan tahun 1974, agama mengatur keabsahan perkawinan negara. Itu sebabnya sulit sekali nikah beda agama di indonesia. Alasannya adalah tentu gerakan 30 September dan pembantaian massal di seluruh Indonesia tahun 1965 atas tuduhan PKI. Karena ada desas-desus bahwa PKI = Ateis, maka beragama diwajibkan sebagai syarat untuk bebas dari stigma PKI, kalau ketauan gak beragama akan dipenjara tanpa pengadilan atau paling parah ya dibunuh, hilang selamanya. Setelah peristiwa pembantaian tersebut, semua orang jadi merasa agama sangat penting dan dampaknya sampai ke undang-undang perkawinan. Jadi kalau kamu gak bisa menikah dengan kekasihmu yang beda agama, ya sebabnya UU tersebut yang bikin kita semakin tersegregasi dan perpecahan terjadi di mana-mana atas nama agama.

Loh loh loh kebiasaan gw panjang banget kan. Jadi suami gw kan born this way Katolik ya walau selama 20 tahun terakhir enggak pernah ke Gereja tapi identitas dirinya kalau ditanya ya Katolik. Sedangkan gw lahir, besar dan tumbuh di lingkungan Islam. Jadi kami beda agama. Demi ortu gw yang maunya nikah Islam maka nikah Islam lah kami di Berlin, diberkati pakai agama Islam dan enggak pakai agama Katolik. Tapi nikah agama aja gak ada kekuatan hukum jikalau di kemudian hari tiba-tiba gw diabaikan gitu sama suami gw apalagi kalau gw mau tinggal di Jerman, gw butuh visa tinggal tidak terbatas yang lebih mudah didapatkan kalau gw menikah secara negara. Setelah kami pertimbangkan, nikah negara emang sangat menguntungkan di posisi kami sekarang, khususnya gw sih. Gw bisa dapat kursus bahasa setengah harga, kesempatan ijin tinggal tidak terbatas dan tentu potongan pajak buat suami gw.

Nikah negara di Jerman ribet pakai banget. Kami uda hrencanain pernikahan sejak tahun 2018 dan baru diterima dan ada tanggal pernikahan tahun 2019 awal dong dan menikahnya masih Juni 2019. Ngurus surat-suratnya super ribet dan biayanya gak sedikit. Perlu terjemahin bolak-balik, cap pengesahan legalisasi sana dan sini, lengkapnya gw bikin besok ya kayanya

Gw tuh lagi procrastnasi aja buat bikin study plan dan surat motivasi buat daftar sekolah master di sini. Berhubung hasil tes IELTS gw gak dateng-dateng gw jadi males-malesan gitu padahal deadlinenya sebentar lagi. Gw gak ngerti deh ini hasil gw nyangkut di mana antara di JNE atau di lembaganya  kalau emang sampai tanggal 12 Juni gw gak dapet hasilnya, gw bakalan bikin kritik formal dan di medsos kalau gw kecewa dengan BC yang bahkan gak kasih sertifikat elektronik dan membuat gw ketinggalan daftar kuliah.

Anyway, I have left everthing to pursue my dream. Gw meninggalkan semuanya saat gw memutuskan pindah ke Eropa dan serius belajar dan sekolah. Gw merasa ini keputusan terbaik gw karena sudah gw rencanakan sejak beberapa tahun terakhir. Pekerjaan dan karier gw di Indonesia lagi bagus-bagusnya tapi kalau gw gak paksa buat berhenti dan fokus, gw enggak akan mencapai target gw kan. Gila, saat mutusin buat keluar dari kerjaan dan organisasi yang udah gw bangun dengan keringat dan darah itu rasanya sesuatu. Belum lagi gw bakalan publikasi buku dan proyek sejarah dengan publisher buku terbesar di tanah air. Gw meringis saat harus mengikhlaskan semua itu kalau gw mikir kesempatan gak datang dua kali.

Gw sudah melihat bagaimana teman-teman gw yang larut dalam pekerjaannya dan terus menunda, ya mungkin emang bukan jalan dia untuk jadi akademisi tulen. Mungkin mereka juga senang dan nyaman dengan apa yang mereka hidupi sekarang. Selama mereka bahagia, gw juga bahagia kok dan gw harus fokus dengan apa yang membuat gw bahagia sendiri, mengejar karier sebagai akademisi.
Suami gw udah wanti-wanti kalau kami berdua jadi akademisi kami enggak akan jadi kaya. Buat gw bisa aja jadi kaya dengan tidak punya anak. Setelah menikah gw malah tidak tertarik buat punya anak, gw akhirnya berpikir umur gw muda dan gw hanya akan punya anak kalau emang ada sesuatu dalam pernikahan gw nantinya. Gw suka anak-anak tapi gw suka di posisi sebagai the best auntie seperti saat ini. Ya kurnag lebih begitu.

Sebab aunty mau sibuk mengejar karier dan bikin banyak publikasi. Aunty mau melebarkan karier gak hanya di Indonesia. Dan untuk itu semua, ada banyak yang harus dikorbankan.

Comments

Popular posts from this blog

Buku Membicarakan Feminisme

Pengalaman Pertama ke Pride Cologne 2019

Resep Brownies 3 Mangkok Legendaris Nadyazura (Beserta FAQ membuat Brownies enak)