Natalan yang ternyata berat banget

Jadi setelah menikah dengan si bule Jerman Kafir gw akan merasakan yang namanya natalan pertama dong. Daaaan ternyata natalan dengan masalah mental bukan sesuatu yang mudah. Gw pikir natal akan menyenangkan dengan keluarga dan banyak hadiah. Ya semua itu benar adanya. Gw excited dengan menghias rumah, masak kue dan ketupat sayur, suami pasang pohon natal dan sebagainya. Senang karena teman-teman dan kelaurga akan datang. Sayangnya seminggu sebelum natal Ibu mertua masuk rumah sakit karena tumor di jantung dan suami jadi sedih sekali. Kami enggak jadi natalan di tempat ibu mertua tapi kami tetap punya makan malam bersama dengan ayah dan perayaan natal bersama dengan ayah.

Suami paham banget kalau gw enggak bisa terus-terusan surrounding dengan orang-orang berturut-turut. Di hari terakhir ketika ada jadwal makan siang keluarga bersama ayah dan sorenya samperin ibu mertua ke rumah sakit, gw collapse. Nangis-nangis di kamar mandi dan coba ancam bunuh diri. Ternyata natal dan berturut-turut bertemu orang adalah siksaan batin buat gw. Begitu pula saat gw menyadari bahwa menikah berarti gw menjadi bagian dari keluarga. Jengjengjeng rasanya langsung sesak nafas dan mau meledak. Gw sangat traumatized dengan namanya keluarga karena yang terdekat selalu memberikan burden ke gw. Breakdown ini membuat gw sadar bahwa gw punya keluarga di mana gw akan dikontrol dan harus total bertanggungjawab. Gw rasa hopeless banget. Gw menyesal banget telah menikah, gw pengen kumpul kebo aja biar enggak terjebak punya keluarga lagi, biar gw enggak usah bertanggungjawab dengan keluarga. Gw setrauma itu punya keluarga dengan seluruh ekspetasi yang akan muncul. Gw berpikir bahwa gw harusnya hidup soliter tanpa ada hubungan dekat dengan manusia manapun. Tapi gw udah terlanjur menikah.

Untungnya suami yang sudah berkali-kali menghadapi gw breakdown mulai paham bagaimana handle gw dan bicara ke orang-orang terdekat bahwa dikelilingi banyak orang berutut-turut membuat gw meledak dan mencoba bunuh diri. Dia jadi care giver walaupun gw tau dia sendiri pasti terbebani dengan ibunya yang masuk rumah sakit dan rasa capek juga. Di satu sisi gw sangat bersyukur nikahin suami yang super sabar dan sangat sayang dengan gw. Gw akan berusaha terkontrol demi dia. Dia mulai memperhatikan bahwa gw sangat sensitif terhadap: alkohol, kafein, TLC dan trigger gw adalah pressure keluarga. Setelah natal berakhir gw mulai lebih lega tapi masih enggak bisa ketemu orang. Gw masih isolated diri gw sambil pelan-pelan berolahraga supaya hormon lebih stabil dan cuma mengonsumsi buah-buahan. Gw enggak mau terus-terusan jadi burden buat suami, dia udah melakukan banyak hal banget dan dia juga capek sebagai caregiver gw dan nyokapnya. Gw sayang banget sama suami karena dia bener-bener take and give dalam hubungan kami. Bersama dia, gw punya masa depan dan dia selalu berusaha membuat gw sehat fisik dan mental. I am so greatfull being with him. Walau di satu sisi gw sangat khawatir kalau gw bakalan secara tidak sadar menyakiti dia fisik atau perasaan.Gw harus terus rasional untuk melihat kenyataan dengan sebenarnya supaya gw enggak menyakiti orang yang benar-benar mencintai gw dan berniat buat hidup bersama gw.

Suami, makasih ya udah sabar banget. Ai lop yu.

Comments

Popular posts from this blog

Buku Membicarakan Feminisme

Pengalaman Pertama ke Pride Cologne 2019

Resep Brownies 3 Mangkok Legendaris Nadyazura (Beserta FAQ membuat Brownies enak)